Tuesday 22 December 2015

Peran Seorang Muslim sebagai Pendorong Inovasi di Sektor Publik dengan Menanamkan Prinsip Value Based Leadership

Values-based leaders are selfless and driven by the needs of others instead of being motivated by power, money, status, or fame.

Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamiin. Konsekuensinya, seorang muslim haruslah menjadi pribadi yang mampu memainkan peran itu. Dia harus mampu menjadi inspirator di lingkungan tempat dia berada dengan berbuat serta memberi contoh bagaimana menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama dengan tulus ikhlas tanpa mengharapkan balasan selain ridha Allah SWT. Adapun penghargaan prestasi dalam bentuk kedudukan, uang, atau ketenaran merupakan sesuatu yang dianggap “bonus” semata sebagai suatu konsekuensi logis dari sistem dan aturan yang ada.

Keinginan untuk menjadi pribadi yang bermanfaat merupakan suatu prinsip dalam islam yang tercantum dalam hadits Rasulullah SAW. Hadits-nya popular, yaitu hadits yang menyatakan “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain”. Hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan dari Jabir r.a., ia berkata,”Rasulullah Shallallahualaihiwassalam bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

Dalam riwayat lain, bunyi haditsnya adalah sebagai berikut.

Dari Ibnu Umar bahwa seorang lelaki mendatangi Nabi SAW dan berkata,”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling diicintai Allah? dan amal apakah yang paling dicintai Allah SWT?” Rasulullah SAW menjawab,”Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan kedalam diri seorang muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitan atau engkau melunasi utang atau menghilangkan kelaparan. Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (menunaikan) suatu kebutuhan lebih aku sukai daripada aku beritikaf di masjid ini—yaitu Masjid Madinah—selama satu bulan. Dan barangsiapa yang menghentikan amarahnya maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluan sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (hari perhitungan).” (HR. Thabrani)

Dua hal utama yang dibahas dalam hadits tersebut adalah orang dan amal yang paling dicintai Allah SWT. Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dengan cara berbagi kebahagiaan atau mengatasi kesulitan orang lain akan mendatangkan kecintaan Allah SWT. Hal tersebut berarti dalam keseharian, seorang muslim dituntut selalu berbuat sesuatu yang dapat mewujudkan hal tersebut. Jika sebagian besar waktunya berada di lingkungan kerja, maka peluang terbesar bagi orang tersebut untuk mendapatkan kecintaan Allah SWT adalah dengan memaksimalkan peran di tempat kerjanya. Ia harus mampu melihat dan merasakan kebutuhan orang yang dilayaninya agar dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat sehingga mampu memberikan kebahagiaan atau menghilangkan kesulitan. Di sinilah letaknya peluang bagi seorang pelayan publik untuk melakukan sesuatu yang kreatif dan inovatif.

Selain itu dalam hadits tersebut juga disebutkan bahwa “berjalan bersama seorang saudaraku untuk menunaikan suatu kebutuhan lebih disukai Rasulullah SAW daripada beritikaf di Masjid Madinah selama satu bulan”. Hadits ini mengandung pelajaran bahwa untuk mewujudkan manfaat diri seorang muslim diperlukan amaliah sosial. Karena itu, seorang muslim harus memaksimalkan manfaat dirinya ketika bekerja. Dia harus mampu memberikan kontribusi positif yang berdampak pada datangnya kebahagiaan atau hilangnya kesulitan orang yang dilayaninya dengan ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah SWT. Inilah yang disebut dengan “value based”, yaitu melakukan sesuatu karena keyakinan yang membawa seseorang memiliki “nilai diri” (value). Nilai diri itulah yang mendorong seseorang selalu ingin berbuat dan bermanfaat sehingga perbuatannya bukan dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan kekuasaan, uang ataupun popularitas.

Lalu, bagaimana dengan profesi PNS atau pejabat publik? PNS atau pejabat publik mungkin lebih banyak berkutat dengan tugas keseharian yang bersifat rutin dengan orientasi utama mencapai target kinerja atau mungkin penghasilan. Pemikiran tentang apa manfaat yang dapat diberikan kepada orang lain dalam kapasitas peran yang sedang disandang belum banyak ditemukan. Bahkan, realitas yang ada menunjukkan proses birokrasi masih saja dirasakan tidak ramah oleh para penggunanya. Jargon “kalo bisa dipersulit untuk apa dipermudah” masih akrab di telinga kita sebagai sebuah hal biasa yang dianggap benar padahal salah.

Kebanyakan orang berpikir untuk “berbuat” harus menunggu sampai jadi pejabat tinggi. Padahal, dengan peran apapun yang disandang sekarang, sesungguhnya setiap manusia dapat bermanfaat bagi orang lain sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Sebagai contoh, pegawai di bagian pengelolaan SDM berperan untuk membantu pegawai yang lain untuk mendapatkan hak-haknya sesuai dengan ketentuan. Manfaat dirinya untuk pegawai lain dapat dilakukan dengan memberikan kemudahan informasi dan pelayanan administrasi kepegawaian terutama untuk hal-hal yang menyangkut kesejahteraan seperti kenaikan pangkat misalnya.

Bagi seorang pemimpin, belief atau keyakinan merupakan hal fundamental yang dapat mempengaruhi nilai diri yang kemudian wujud dalam tindakan. Bagi seorang pemimpin muslim, sejatinya tindakan yang diambil harus berdasarkan prinsip ajaran agama Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin. Oleh karena itu, seorang pemimpin muslim harus selalu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain. Manfaat tersebut tentunya terkait dengan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya sehingga dalam pelaksanaan tugasnya dapat memberikan yang terbaik kepada pihak yang dilayani. Hasrat untuk selalu ingin memberikan yang terbaik terhadap semua pihak ini merupakan contoh nyata tentang apa yang disebut value atau nilai. Setiap pilihan strategi dan tindakan value based leader selalu di-lead oleh nilai-nilai yang ada dalam dirinya tanpa harus kaku atau anti dengan perubahan strategi selama pilihan yang diambil sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya.

Prof. Rhenald Kasali pernah menulis sebuah artikel dengan judul “Mereka Cari Jalan, Bukan Uang”. Dalam tulisan itu diceritakan bahwa kebanyakan pemimpin besar itu lahir dari kegigihannya mencari makna dari apa yang dilakukan bukan apa yang akan didapat seperti uang dan jabatan. Justru yang mengejar uang dan jabatan, pada akhirnya malah kehilangan itu semua. 

Setiap individu PNS sejatinya merupakan pelayan publik. Setiap tugas dan fungsi pasti ada customer-nya. Customer itu mungkin orang di luar organisasi, di luar satker, teman sejawat, atasan atau bahkan mungkin bawahan kita. Sebagai seorang pelayan publik, kita harus mampu melihat kebutuhan yang diharapkan customer dapat kita penuhi atau masalah customer yang dapat diselesaikan atau dimitigasi. 

Jika waktu pelayanan dirasakan lambat oleh customer, maka seorang value based leader harus peka terhadap masalah itu. Dia harus mampu memberikan solusi atas masalah tersebut. Maka, kecepatan layanan haruslah menjadi fokus utama yang harus dibenahi. Kecepatan sebagai sebuah jawaban itulah yang disebut “nilai yang ditawarkan”. Nilai ini adalah sebuah manifestasi dari “nilai diri” seorang muslim yang selalu ingin bermanfaat untuk orang lain.

Jika seorang muslim mempunyai habit atau budaya “peka” atas masalah orang lain, maka hal tersebut akan mendorong dirinya untuk terus berinovasi mencari cara terbaik untuk dapat mencapai misinya, yaitu memudahkan orang lain. Tentu saja, sebagaimana diulas sebelumnya, Islam telah mengajarkan umatnya untuk selalu bermanfaat bagi manusia lain. Oleh karenanya, prinsip ini menjadi alasan utama bahwa seorang muslim harus memiliki peran utama sebagai pendorong inovasi tidak terkecuali di sektor publik.

No comments:

Post a Comment